Rabu, 25 Juni 2014

[P4GN_3] Rehabilitasi, Karena Pecandu Narkoba adalah Pasien



Penjara atau hukuman kurungan adalah salah satu bentuk konsekuensi yang harus diterima bagi pelaku  kriminalitas atas perbuatan melanggar hukum yang ia lakukan. Tujuannya tentu saja membuat jera pelaku  serta menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Namun, bagaimana dengan  korban penyalahgunaan narkoba, apakah mereka juga termasuk pelaku  kriminal yang harus dipenjara?
Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah kejahatan. Menurut pemahaman saya, dalam hal kejahatan narkoba ini, ada 2 jenis peran utama yang terlibat antara lain : produsen/bandar (produksi illegal narkoba) dan distributor (pengedar). Serta disisi lain, ada yang namanya konsumen (pemakai/pembeli). Akar masalah narkoba menurut saya, berasal dari para produsen/bandar (illegal) dan distributornya (pengedar). Kalau tidak ada mereka yang menyalahgunakan produksi dan penjualan gelap narkoba, maka tidak akan ada yang beli. Bagaimana timbulnya pembeli juga termasuk di dalam lingkaran Bandar dan pengedar, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Yah, Saya tidak tahu pasti bagaimana seseorang akhirnya menjadi konsumen narkoba. Yang pasti, timbullah pembeli (konsumen/pemakai). Namun tetap saja ada kaitan antara supplay dan demand. Penawaran terjadi karena ada pembelian, dan sebaliknya. Kejahatan narkoba adalah sebuah jaringan yang kuat. Harus diputus satu per satu. Maka, produksi dan peredaran gelap narkoba adalah tindakan kriminal, pelakunya harus ditangkap dan dikenakan sanksi yang berat. Sementara konsumen (pembeli/pemakai) adalah bagian yang harus diselamatkan, mereka adalah korban. Kemudian, melakukan tindakan pencegahan kepada masyarakat yang belum terkena penyalahgunaan narkoba.
Keberadaan narkoba dilindungi oleh negara dengan mengacu pada UU no. 35 tahun 2009 yang mengatur ketersediaannya dan tujuan penggunaannya terutama untuk kebutuhan medis. Hal itu karena narkoba memang penting dalam keperluan medis. Coba saja tidak ada obat bius, sebuah pembedahan bisa menjadi sangat sulit dilakukan. Namun, tetap saja setiap obat memiliki aturan tersendiri dan tubuh memiliki daya toleran terhadap obat yang diterima. Narkoba ibarat pisau bermata dua, maka  UU No. 35 tahun 2009 tersebut juga mengatakan akan menindak produksi dan distribusi illegal serta konsumsi narkoba untuk kalangan pribadi.
Pada umumnya, “katanya” korban menyalahgunakan narkoba, bukan karena desakan kebutuhan hidup ; kebanyakan karena coba-coba, mencari cara cepat lari dari masalah. Katanya, dalam sesaat reaksi narkoba bisa membuat mereka merasa fly (kesenangan sesaat).  Yang lebih kasihan adalah mereka yang terjerumus akibat dijebak teman-teman mereka karena salah pergaulan. Ketergantungan pun mengakibatkan narkoba menjadi kebutuhan mereka. Bukan, lebih dari itu. Narkoba jadi  ibarat nyawa. Tidak pake, berarti mati.
Setiap orang berhak terhadap dirinya sendiri. Berhak melakukan apa saja dalam menentukan hidupnya, termasuk bunuh diri. Ya, bunuh diri boleh saja dilakukan oleh siapa saja. Tidak ada hukum yang melarang, kecuali jika orang tersebut masih takut akan Tuhan. Ini menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, dan tanggung jawabnya di akhirat nanti. Maka, menyalahgunakan narkoba juga sama halnya dengan bunuh diri.. Karena akibatnya pada diri sendiri sama saja dengan mati, mati secara perlahan. Tapi pasti mati jika tidak segera berhenti dan rehabilitasi. Jadi, boleh-boleh saja sih  seseorang menyalahgunakan narkoba untuk kesenangannya. Itu pendapat saya secara logika. Sehingga, menyalahgunakan narkoba itu bukan kriminal, dong. Ya, setiap orang berhak melakukan apa saja terhadap hidupnya termasuk menghancurkan hidupnya.
Silahkan hancurkan hidup anda, tapi jangan hidup orang lain. Korban penyalahguna narkoba bisa menghancurkan hidup orang lain, karena ia hidup di dalam masyarakat. Kita tentu masih ingat dengan kisah supir maut Apriyani atau tragedy di tugu tani. Akibat mengendarai mobil dalam pengaruh alkohol dan narkoba, sembilan orang tewas dalam sekejap. Anehnya, si supir maut malah sangat tenang dan santai melihat ia telah menghilangkan nyawa 9 orang. Dalam waktu bersamaan ia tidak hanya sebagai korban penyalahgunaan narkoba, tetapi sekaligus sebagai kriminal. Ia pun telah menghancurkan hidup banyak orang. Kesembilan orang tersebut meninggalkan segala harapan dan cita-citanya di dunia, dan keluarganya kehilangan harapan hidup mereka bersama para korban. Apriyani, sang penyalahguna narkoba sesungguhnya telah menghancurkan hidupnya, dan juga banyak orang lainnya. Ia pun harus menerima sanksi hukuman penjara sebagai ganjaran perbuatan kriminalnya.
Penyalahguna narkoba sakit. Sakit pada fisik dan psikisnya. Mereka adalah pasien yang butuh perawatan intensif dan khusus. Mereka butuh bukan hanya sekedar obat jasmani, tetapi obat rohani dalam bentuk cinta, perhatian, kasih sayang, dan peneguhan iman. Mereka, ibarat mayat yang bergoyang dari saat ke saat (dalam puisi Ismail Marzuki). Mereka seperti mayat, tapi masih bernafas. Mereka bernafas, tapi jiwanya sekarat. Mereka harus ditolong, segera. Mereka bukan penjahat yang harus dikurung karena merugikan masyarakat, mereka merugikan diri mereka sendiri. Mereka adalah pasien yang terancam menjadi penjahat jika tidak disembuhkan. Maka, rehabilitasi, demikian metode pengobatan untuk sakit yang satu ini. Mereka butuh rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi adalah hukum yang akan menyelamatkan mereka sementara penjara hanya akan menyisakan derita berlipat terhadap apa yang telah mereka alami. Mereka adalah pasien yang butuh perawatan dan perlindungan. Korban harus segera diselamatkan sebelum mereka menjadi pelaku kriminal dan menghancurkan hidup orang lain.
 
Saya yakin tidak ada yang mau terjerumus ke dalam narkoba. termasuk orang-orang yang telah menjadi korban penyalahguna itu, pun sesungguhnya tidak mau larut dalam situasi itu. Awalnya mungkin hanya coba-coba saja, penasaran saja, ingin lari dari masalah sebentar saja, takut dianggap tidak gaul saja, dan berbagai sebab lainnya yang intinya untuk sesaat saja. Kenyataannya menggunakan narkoba akan merasuk saraf, dan menjadi ketergantungan. Akibat ketergantunganlah seseorang seakan dikendalikan oleh narkoba, yang membuat  otak mereka selalu minta narkoba lagi, lagi, dan lagi.
Sayang sekali bila ada orang yang jadi budak narkoba. Padahal jika itu tidak terjadi,  ia bisa memiliki masa depan yang baik. Dan yang lebih disayangkan lagi jika para koraban penyalahgunaan narkoba itu mati sia-sia, apalagi mati di penjara akibat penyalahgunaan narkoba. Kalau mereka direhabilitasi, dan diberi semangat serta pelatihan, bukan mustahil mereka bisa melakukan sesuatu yang luar biasa, yang bermanfaat, dan terutama berkontribusi pada negara. Jika mereka sembuh, mereka juga bisa menjadi motivator agar orang lain juga menjauhi narkoba, dan bisa juga memberi semangat pada korban lainnya agar memberikan dirinya direhabilitasi. Banyak juga korban penyalahguna narkoba ini yang bersembunyi. Entah karena masih belum merasakan sekali efek negatifnya, atau karena masih bisa menahannya, entah pula karena malu, atau yang lebih parah sudah pasrah pada kondisinya. 
Korban penyalahguna narkoba lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara. Bayangkan, saat ini korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 4 juta orang. JIka mereka menjadi penghuni baru penjara, apa yang akan diperoleh negara. Tapi, apa benar penjara di Indonesia masih siap  menampung para korban penyalahgunaan narkoba ini? Untuk saat ini saja penjara banyak yang bermasalah karena penghuni melebihi jumlah kapasitas yang ditetapkan, fasilitas tidak memadai, dan sebagainya. Jika dipenjara, pasti beban negara untuk biaya hidup para tahanan pun meningkat. Lebih baik dana itu digunakan sebagai dana rehabilitasi korban. Itu belum memikirkan bagaimana hidup para korban ini kedepannya. Sesungguhnya, nama asli penjara adalah lembaga pemasyarakatan yang gunanya untuk memasyarakatkan kembali orang-orang yang telah melakukan perbuatan menyimpang dan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, supaya jera dan bisa kembali ke masyarakat lagi dengan baik. Namun, tidak semua kondisi penjara bisa melakukan hal itu. Penjara bahkan menjadi pasar potensial baru bagi para bandar dan pengedar narkoba, akibat seringnya pengawasan yang kendur. Sehingga, jika para korban penyalahgunaan narkoba ini dimasukkan ke penjara, sama saja menjatuhkannya ke lembah yang lebih dalam. Mereka akan dua kali menderita, dan hasilnya kondisinya akan lebih parah. Negara di dalam Pembukaan UUD’45 memiliki tugas dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah negara Indonesia. Korban penyalahguna narkoba ini pun masih memiliki hak untuk dilindungi.
Saya setuju korban penyalahgunaan narkoba harus dibuat jera. Mereka salah. Kenyataannya mereka sakit dan harus diselamatkan. Saya yakin, proses rehabilitasi juga bukanlah sebuah proses yang nyaman bagi mereka. Mengalami masa “putus zat” akan sangat membuat mereka menderita. Sehingga mereka bisa merasakan 2 kali derita menjadi penyalahguna narkoba, selama memakai dan selama rehabilitasi. Namun pada derita kedua, mereka akan merasakan hasil yang lebih baik. Anggap saja sebagai hukuman penjaranya, berikan sanksi pembatasan ruang gerak sebagai tahanan rumah (setelah selesai pengobatan) lalu, berikan sanksi bila memakai narkoba lagi.
Semua orang berhak memiliki masa depan, termasuk para korban penyalah guna narkoba. Semua orang harus memiliki harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Penyalahgunaan narkoba memang sebuah kesalahan. Namun, pasti ada cara untuk memperbaiki kesalahan itu sehingga para korban penyalahgunaan narkoba pun layak mendapat harapan untuk sembuh dan menata kembali hidupnya . Oleh karena itu, para pecandu narkoba sangat diharapkan mau direhabilitasi demi penyelamatan masa depan generasi bangsa.  Peran cinta keluarga para korban juga sangat penting untuk mendorong kesembuhan dan dalam membawa para korban untuk direhabilitasi.
Pada tanggal 26 Januari 2014 BNN melakukan sebuah langkah baik dalam penyelamatan ini, yaitu menetapkan tahun 2014 sebagai tahun penyelamatan para korban penyalahgunaan narkoba. Langkah tegas dengan mengusung misi ““Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi Daripada Dipenjara” juga didukung para pejabat terkait antara lain Kapolri Jenderal Sutarman, Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Sudjarno, dan sejumlah pejabat Polri lainnya, Ketua DPD Irman Gusman, serta Ketua DPR, Marzuki Alie. Semoga sinergi tersebut dapat menciptakan kerja sama yang baik dalam program penyelamatan korban penyalahgunaan narkoba dan dalam menegakkan hukum yang adil terkait kejahatan narkoba di Indonesia.
Ayo Bersemangat!! Saya, Kamu, KITA adalah DUTA ANTI NARKOBA!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar