Kamis, 24 April 2014

[P4GN_2] Bagaimana Saya "Melakukan" Tidak pada Narkoba?

             Negara Indonesia patut bangga, dari sekitar 230 juta lebih penduduknya, sekitar 40% adalah berusia muda, termasuk para remaja. Itu berarti Indonesia layak berharap untuk masa depan bangsa dengan para generasi mudanya. Namun, menurut Kapolri Jendral Sutarman dalam Majalah Sinar BNN edisi II 2014, kondisi tersebut salah satu mendorong para bandar dan pengedar menjadikan negara Indonesia menjadi sasaran empuk peredaran gelap narkotika. BNN (Badan Narkotika Nasional) sendiri mengungkap perkiraan pengguna narkoba di Indonesia di tahun 2011 sekitar 4 juta orang, dan 22% nya berada pada kalangan pelajar/ remaja. Lalu, masih patutkah Indonesia berbangga? Para remaja, adalah harapan bangsa, calon pemimpin sebuah bangsa. Jika para generasi muda “pertumbuhannya” terganggu, sudah selayaknya negara menaruh perhatian lebih.
sumber gambar : www.radarbangka.co.id
Menjalani masa remaja ini sangat berat, karena kita mengalami masa perkembangan fisik dan pembentukan secara psikis (mental) yang mengharuskan remaja belajar keras mengenai dirinya sendiri. Tidak hanya itu, kita para remaja juga dihadapkan pada kondisi interaksi lingkungan sosial yang pelik, yang sering membuat serba salah. Lalu kita remaja, belajar keras lagi memahaminya. Para remaja sedang belajar memahami diri sendiri, memahami lingkungan, ditambah dengan memahami pelajaran di sekolah. Ini sungguh tidak mudah. Namun, remaja harus menjalani semua ini, agar siap menjadi seseorang, dan menjadi pemimpin bangsa kelak.
Dalam beratnya memahami “pelajaran” yang harus dilalui ini, para remaja juga dihadapkan dengan “penyakit” remaja. Dulu, “penyakit” remaja yang saya tahu antara lain suka merokok, suka minum alkohol (minuman keras), tawuran, judi, dan yang paling parah narkoba. Ternyata, sampai sekarang pun “penyakit” yang sama, masih ada terutama yang namanya narkoba, bahkan semakin parah saja.
Kita, dalam masa remaja bisa terperosok ke dalam “penyakit” remaja karena pelampiasan yang salah akibat “pelajaran” hidup yang berat dan sering kali membingungkan itu. Sehingga remaja, dengan darah enerjiknya, cenderung ingin mendapatkan segala sesuatu dengan cepat dan instant. Pada masa peralihan fisik dan psikis kita, terjadi gejolak secara emosional yang membuat kita rentan dalam berpikir sehingga sering bertindak tergesa-gesa. Apalagi pergaulan dengan teman sebaya juga sering menimbulkan perasaan tidak menentu, yang bisa membuat tersinggung, dan kurang percaya diri sehingga minder dalam pergaulan. Dapat pula membuat remaja menjadi ingin over percaya diri, dan berusaha menjadi pusat perhatian. Persaingan dengan teman sebaya juga tidak dapat dihindarkan. Ditambah lagi dengan pendidikan di sekolah yang bisa menimbulkan stress.
Menghadapi hal tersebut, rokok, alkohol, bahkan narkoba sering menjadi pelampiasan kegalauan para remaja. Alasannya mungkin sederhana, hanya untuk “lari” sejenak, iseng-iseng, ingin tahu, dan lain-lain;  tapi sayangnya jadi kecanduan. Data BNN menunjukkan pada tahun 2011 prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia sekitar  2,2 % (3,8 - 4 Juta orang), berumur 10 - 59 tahun, 70% berada di kalangan pekerja, 22% berada dikalangan siswa, pelajar. Diprediksi angka prevalensi akan meningkat menjadi 2.8% atau setara dengan 5.1 juta orang pada tahun 2015.
Fokus kita dalam hal ini adalah para pelajar; para remaja. Mari kita hitung jumlah 22% dari 4 juta pengguna narkoba. Ada sekitar 880.000 orang pelajar remaja di tahun 2011 yang terperosok dalam pelampiasan yang salah menggunakan narkoba. Itu bukan angka yang sedikit, bahkan bisa jadi tidak semua terdata. Bisa jadi angkanya lebih besar. Jika prediksi peningkatan 2,8% itu  terjadi, maka jumlah korban yang mungkin akan bertambah adalah sekitar 112.000 orang di tahun 2015 nanti. Mengerikan bukan? Prediksi tersebut kemungkinan besar menjadi nyata atau bahkan bisa lebih besar, jika tidak sedini mungkin diatasi. Kita tidak tahu siapa lagi yang akan menjadi korban berikutnya. Saya berharap itu bukan saya, bukan juga kamu, dan juga bukan teman-teman serta keluarga kita. Kondisi ini semakin miris saja membayangkan hal itu dialami oleh anak-anak usia remaja, pada usia emas pertumbuhan dan perkembangan manusia menuju dewasa. Jika ketergantungan, maka pertumbuhan dan perkembangan remaja pun akan terganggu. Apalagi, pada usia ini seseorang umumnya belum memiliki penghasilan sendiri. Sementara narkoba harganya tidak murah. Kebutuhan akan narkoba pun akhirnya mencekik kantong orangtua, dan tidak mustahil, ketergantungan akan narkoba mendorong seorang remaja menjadi pelaku kriminal : pencuri, perampok, atau pembunuh.
Semboyan melawan narkoba umumnya antara lain :  Say no to drugs!  , Katakan tidak pada narkoba, Narkoba no prestasi yes,  dan masih banyak lagi. Tapi pertanyaannya adalah “Bagaimana saya mengatakan tidak pada narkoba?”. Saya menjadi tertarik pada pertanyaan itu,  saat menemukan semboyan “Bagaimana saya mengatakan tidak pada narkoba, rokok, alcohol, dan tawuran”? pada  sampul belakang sebuah buku pelajaran Fisika SLTP karangan Grafindo Media Pratama terbitan tahun 2001.  Slogan tersebut merujuk pada “penyakit” remaja. Lalu saya mulai memahami makna slogan itu. Mengatakan kata tidak sesungguhnya mudah saja. Tapi, “bagaimana saya "melakukan" tidak dalam hal ini tidak hanya sebuah perkataan, namun menyangkut bagaimana kita berpikir tentang bahaya narkoba, dan membuat benteng pertahanan lalu bertindak menjauhi dan melawan. Ini berarti bagaimana melakukan “tidak” .  Lalu, bagaimana kita melakukan “tidak” pada narkoba dan “penyakit” remaja lainnya? Nah, berikut langkah mudahnya :
  1. Katakan “Tidak, terimakasih.”
Jadi, pertama sadari  dulu bahwa narkoba itu berbahaya. Saya sebagai generasi muda ingin hidup tanpa “penyakit remaja” tersebut, bahwa merokok, alkohol dan narkoba, adalah racun. Saat ada teman mengajak atau menawari dengan gratis sekalipun, maka katakan tidak. Jika ia tetap menawari dengan alasan agar “gaul”, katakan sekali lagi : Tidak, terimakasih.
  1. Berikan Alasan
Jika si teman terus menawari, maka sekalian, jelaskan padanya mengenai dampak negatif rokok, alkohol, dan narkoba. Siapa tahu ia juga berubah pikiran. Kalau ia tidak mau menyerah juga, berikan alasan lainnya misalnya : saya sakit kalau merokok, saya tidak merokok, atau saya sedang dalam program olahraga karena ingin menjadi TNI, dan sebagainya.
  1. Ganti Topik Pembicaraan
Tujuannya adalah agar si teman bosan menawari kita, coba bicarakan hal lain yang mungkin tidak menarik baginya, atau mungkin menarik. Intinya agar ia berhenti menawari hal tersebut pada kita.
  1. Tinggalkan Saja
Apa gunanya bergaul dengan orang yang tidak cocok dengan kita, dan memberikan pengaruh buruk. Jangan terlalu banyak berdebat dengan memikirkan berbagai alasan penolakan. Katakan “Tidak” lalu tinggalkan saja.
  1. Hindari Situasi
Ada juga situasi atau pergaulan yang bisa mendorong seseorang untuk tergoda dengan rokok, alkohol, dan narkoba. Pilih-pilih teman bergaul adalah salah kunci utama menjauhkan diri dari hal tersebut. Pilihlah teman-teman yang bisa memberikan semangat dan dorongan positif dalam diri kita. Terkadang, memang ada situasi dimana kita sulit mengendalikan diri kita. Apalagi pada masa remaja yang perkembangan emosinya tidak stabil. Maka, sebaiknya juga melakukan pendalaman agama sangat baik untuk menjadi generasi muda yang sehat.
  1. Temukan Dukungan dari Orang Lain
Yakin dan percayalah bahwa merokok, alkohol, narkoba itu tidak baik. Kalau pun banyak penggunanya, bukan berarti itu baik. Kalau pun banyak yang mengkonsumsi, lebih banyak yang tidak. Maka, segala niat baik membentengi diri sendiri ini akan mendapat dukungan dari orang-orang yang juga memiliki niat yang sama dengan kita, yang pastinya lebih banyak. Tidak menggunakan rokok, alkohol dan narkoba bukan berarti kekanak-kanakan atau tidak gaul. Kita ingin melindungi diri kita dan menjadi generasi yang sehat. Oleh karena itu, bersama teman-teman lain lakukan gerakan anti narkoba, rokok, dan alcohol.
Membentengi diri sendiri terlebih dahulu adalah yang terpenting. Jika dalam diri kita sudah bertekad menolak narkoba dan segala “penyakit” remaja lainnya, maka itu sudah sangat baik. Lalu, laksanakanlah penolakan  itu dalam sikap dan perbuatan. Dengan begitu kita sudah menjadikan diri kita sendiri menjadi duta anti narkoba, bagi diri kita sendiri. Jika kita menyadari ini baik, semakin baik jika kita juga mengajak teman-teman remaja lainnya untuk mengabaikan narkoba, dan penyakit remaja lainnya, serta lebih fokus pada pendidikan kita.
Kita tidak sendiri dalam melawan narkoba ini.  Sesungguhnya ini juga sudah menjadi masalah bangsa, bahkan dunia. Polisi dan BNN sebagai lembaga pemerintah yang menangani kasus narkoba, juga tetap menjalankan tugasnya dengan memandang geram pada para pembuat illegal dan pengedar narkoba. Mengingat kemungkinan jumlah korban penyalahgguna narkoba yang semakin meningkat, maka Indonesia harus segera bergegas memberantas ini. Tahun 2014 dicanangkan sebagai tahun penyelamatan para kawan-kawan kita yang menjadi korban narkoba. “Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi Daripada Dipenjara” demikian slogan yang diusung dalam misi pemberantasan narkoba ini. Rehabililitasi akan lebih menyelamatkan hidup para korban penyalahgunaan narkoba,dibanding dengan  penjara dapat mengancam hidup mereka jadi lebih buruk.  Mari kita para generasi muda supaya berani melakukan “Tidak” terhadap narkoba dan penyakit remaja lainnya, mencegah dan mambantu menyelamatkan pengguna narkoba, dengan harapan wujudkan Indonesia bebas narkoba di tahun 2015 nanti.
Selagi masih muda, ayo kita mempersiapkan diri agar menjadi pemimpin bangsa kita kelak. Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi di masa depan. Yang pasti, kita harus bersiap menjadi pemimpin masa depan negeri ini, yah kalau bisa sih  pemimpin dunia. Di masa muda ini, mari kita belajar dengan tekun, mengasah keterampilan, mengembangkan kemampuan bersosialisasi, mengembangkan bakat, meningkatkan kedekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dan masih banyak hal positif lainnya yang bisa kita lakukan . Apakah teman-teman remaja pernah berpikir tentang bersekolah atau kuliah di luar negeri? Apakah teman-teman pernah berpikir bagaimana menyembukan penyakit kanker? Apakah teman-teman pernah berpikir bagaimana menemukan bahan bakar pengganti bahan bakar fosil?  Itu semua bisa kita temukan dan wujudkan jika memiliki stamina yang sehat, semangat belajar yang tinggi, dan terutama anti narkoba dan jauh dari semua “penyakit” remaja lainnya. Menjalani masa remaja ini memang tidak mudah kawan, tapi bersabar dan berhati-hatilah. Cintai masa depanmu, keluarga, dan kuatkan hubungan dengan Tuhan. Maka, jika berhasil melalui masa remaja dengan baik, maka kita akan siap menjadi manusia dewasa yang baik, sebagai bagian masa depan bangsa. Bersemangat!
sumber gambar : humaspolresbantul.blogspot.com




Selasa, 22 April 2014

[P4GN_1] Indonesia Bergegas : Berantas Narkoba dan Selamatkan Korban Penyalahguna



 (Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat;
karya Taufiq Ismail, 7 Juni 2003)

Aku berdiri di tepi jalan raya kota besar
yang lalulintasnya padat
Dan aku melihat mayat-mayat.
Aku berdiri di pinggiran kota kecil
di manapun tempat
Dan aku melihat mayat-mayat
Aku berdiri di pesisir
ketika ombak berpacu dengan cepat
Dan aku melihat mayat-mayat.
Setiap sepuluh meter ke kiri
setiap sepuluh meter ke kanan,
setiap sepuluh meter ke depan,
setiap sepuluh meter ke belakang,
di pusat belanja, di jalan raya,
di rumah sakit, di rumah sehat,
Aku bertemu mayat-mayat.
Mayat-mayat itu belum masuk ke liang lahat
Mayat-mayat itu berdiri bergoyang-goyang
dari saat ke saat
Kebanyakan muda-muda,
belasan tahun dan
dua puluh tahunan itu mayat.
Mayat-mayat anak bangsa yang dicengkeram madat.
Mayat-mayat yang berdiri bergoyang dari saat ke saat
Mereka masih hidup tapi sudah mayat.
Dicengkeram madat.
Heroin, kokain, sabu, ekstasi,
marijuana cair, serbuk dan padat.
Yang disebarkan oleh bandar-bandar amat keparat.
Yang dimodali oleh cukong-cukong betapa laknat.
Yang dibekingi orang-orang bersenjata dan berpangkat.
Aku dikerubungi anak-anak muda,
yang sudah hampir mayat.
Tapi masih bernafas satu-satu, sesaat-sesaat.
Ada yang sakau, ada yang si tepi tebing sekarat.
Aku pandangi satu-satu, mereka yang sakit berat.
Mungkin ada anakku, keponakanku, tetangga RT-ku,
atau saudaramu yang dapat kuingat.
Lihat mata mereka yang kosong
dari cahaya terhambat.
Lihat tubuh yang kurus, tulang berliput jangat.
Lihat mereka yang sakau, menggelepar dan menggeliat.
Seperti adiksi alkohol, adiksi rokok,
ketagihan ini luar biasa berat.
Berkata seorang dari mereka,
"Oom, mintakan maaf
pada papa dan mama yang mengusir saya.
Bulan depan saya selamanya berangkat."
Seorang lagi begini mengucap,
"Pakde, kok saya jadi begini.
Tahun depan barangkali umur saya tammat."
Air mataku tak bisa kuhambat.
Nafasku terasa tersumbat.
Dari jurang kehancuran, anak bangsa ini mari kita angkat.
Ini tugas luar biasa berat.
Inipun kini, kita sudah terlambat.
Wahai orang yang memegang senjata
Berhentilah membekingi  bandar dan cukong
yang jelas-jelas laknat.
Wahai orang-orang berpangkat,
berhentilah menerima suap,
gunakan pangkat untuk membela anak-anak bangsa
sebelum sangat terlambat.
Para bandar dan cukong, di dalam dan di manca negara,
siap-siap kalian masuk kobaran api sebesar gunung,
di liang lahat,
panas tersangat gawat.
Dari jurang kehancuran,
anak-anak bangsa ini mari kita angkat.
Sungguh ini tugas luar biasa berat.

Suatu hari saya membaca sebuah puisi bagus, karangan Taufiq Ismail tersebut. Pada tiap barisnya saya (terbawa dalam imajinasi) Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat. Mayat-mayat mana mungkin bergoyang. Namun, mayat yang dikisahkan Taufiq Islmail dalam puisinya itu adalah para korban penyalahgunaan narkoba. Tubuhnya bagaikan mayat, sudah rusak, hampir tak berfungsi lagi namun masih bernafas..  Saya sedih, takut, dan marah, juga sekaligus terhenyak dengan kisah yang ia lukiskan dengan begitu nyata lewat kata. Saya tahu penyalahgunaan narkoba akan berakibat buruk sekali bagi kesehatan, pada kecanduan yang akut bahkan kematian menanti. Saya sedih dengan mereka yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, karena ketidakmampuan menjaga dan mengendalikan diri, mereka jatuh pada pelampiasan diri yang salah pada narkoba. Betapa menderitanya mereka, betapa kasihannya orangtuanya, dan betapa hancurnya masa depan mereka. Saya takut, situasi tak lagi aman. Keberadaan narkoba mengancam dimana-mana, di kota bahkan di desa, anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua. Harus selalu hati-hati dan jaga diri. Dan saya marah, pada mereka para produsen (bandar) dan pengedar illegal narkoba.
Saya teringat kembali bagaimana Pak Drs. Gun Gun Siswadi, M.Si selaku direktur diseminasi informasi Badan Narkotika Nasional (BNN) pada sebuah diskusi dengan para blogger reporter pada (22/2) lalu membeberkan kondisi memprihatinkan mengenai peredaran gelap narkoba dan korbannya di Indonesia. Puisi Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat itu ditulis pada tahun 2003. Berarti pada saat itu kondisinya pun sudah ngeri. Lalu, 11 tahun kemudian yaitu sampai saat ini kondisinya pun ternyata belum membaik, malah bisa dibilang memburuk.
Keberadaan narkoba sudah ada, sejak zaman dulu sekali. Keberadaan narkoba juga dilindungi dan pemanfaatannya diolah untuk menciptakan obat bius yang sangat berguna dalam keperluan pembedahan dalam bidang kedokteran. Adapula masyarakat di dunia yang memang sudah secara tradisinya menggunakan narkoba untuk dikonsumsi. Seiring dengan itu, penyalahgunaan narkoba juga sudah terjadi sejak lama terjadi. Saya membaca di website bnn.go.id,  Indonesia baru mulai membentuk kelembagaan yang mengkoordinir perang melawan narkoba sejak tahun  1971, itulah cikal bakal terbentuknya BNN (Badan Narkotika Nasional). Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Nyatanya Indonesia pun akhirnya goyah. Indonesia yang dulu hanya pada dipandang karena posisi strategis sebagai penghubung lalu lintas perdagangan internasional, dimanafaat pengedar narkoba juga menjadi negara tujuan perdagangannya. Tak hanya itu, berkali-kali polisi membongkar pabrik narkoba illegal dan juga ladang ganja di wilayah Indonesia. Itu berarti, Indonesia sekarang menjadi daerah tujuan perdagangan narkoba dari luar negeri dan juga sebagai lahan  produsen ilegal narkoba.
Hal pertama yang perlu disoroti adalah mengenai situasi lalu lintas internasional yang menghubungkan Indonesia dengan luar negeri. Bagaimana tingkat keamanan pada 200 jalur masuk ke Indonesia baik darat, laut dan udara, dimana  jalur lautlah yang paling banyak. Kalau narkoba berhasil masuk ke Indonesia, berarti ada pintu yang tidak terjaga ketat atau jangan-jangan ada “orang dalam” yang main mata dalam pengawasan ini? Entahlah. Di lain pihak, saya juga kagum dengan kreatifitas para penyeludup narkoba yang semakin hari semakin pintar saja. Berbagai cara unik, dan aneh sampai membahayakan yang mereka lakukan. Contohnya saja menyimpan putaw dengan cara ditelan, dalam jumlah banyak. Ada yang menyimpannya di dalam batu, yang dibolongi. Ada pula yang menyimpannya di dalam peti mati dan nisan. Keberhasilan aparat mengungkap usaha penyeludupan tersebut memang patut diapresiasi. Dengan memperketat penjagaan pintu masuk pun nyatanya masih saja ada penyeludupan  narkoba yang lolos. Oleh karena itu, para aparat pun haruslah satu atau dua tingkat lebih pintar dari mereka.  Perang terhadap narkoba ini memang tidak gampang. Ini tugas luar biasa berat.
Berdasarkan data BNN yang dibeberkan Pak Gun Gun Siswadi, pada tahun 2011 prevalensi penyalahguna narkoba = 2,2 % (3,8 - 4 Juta orang), berumur 10 - 59 tahun, 70% berada di kalangan pekerja, 22% berada di kalangan siswa, pelajar. Diprediksi angka prevalensi akan meningkat menjadi 2.8% atau setara dengan 5.1 juta orang pada tahun 2015 nanti. Data UNODC 2011 memperkirakan konsumsi shabu di Indonesia sekitar 12.5 metrik ton, dan 16 juta pil ekstasi. Dari total 3.8 - 4 juta pengguna narkoba di Indonesia, sekitar 1.2 juta menggunakan shabu dan 950.000 menggunakan ekstasi, atau 1 dari 3 orang menggunakan shabu dan 1 dari 5 orang menggunakan ekstasi. Para pengguna terbanyak di kalangan pekerja, mahasiswa, pelajar, dan para pekerja seks komersial. Akibatnya, di Indonesia setiap hari sekitar 40 orang meninggal karena narkoba, termasuk yang meninggal karena terkena AIDS/HIV, Hepatitis karena menggunakan narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Narkoba menjajah dari beragam usia, pekerjaan, dan tidak memandang pria atau wanita, orang biasa atau pejabat. Semua kalangan terancam narkoba jika tidak membentengi diri.
Membaca kalimat “setiap hari 40 orang meninggal karena narkoba” membuat saya merinding membayangkan sekitar 14.600 orang meninggal akibat penyalahgunaan  narkoba setiap tahunnya. Wah, jangan kita bayangkan lagi apa yang terjadi 10 tahun kemudian. Bisa jadi, negara kita kehilangan generasi mudanya. Itu tidak mustahil jika kondisi ini terus begini. Itu adalah jumlah korban yang menjadi mayat sungguhan. Kalau jumlah yang termasuk ke dalam golongan Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat , ya golongan hampir mayat,  pasti lebih banyak. Lebih mengerikan. Lebih membahayakan.
Bagaimana tidak, mereka yang berada dalam ketergantungan bisa lebih mengerikan. Kebutuhan akan narkoba membutuhkan dana yang tidak sedikit. Perlahan-lahan ia akan mengisap habis uang tabungan. Lalu setelah habis apa lagi? Bagaimana cara mendapatkan uang lagi? Maka dalam sekejap, mereka yang dulunya pendiam pun, bisa berubah beringas mencari uang yang bisa ia gunakan untuk membeli narkoba. Para korban bisa berubah menjadi pelaku kriminal : pencuri, perampok atau pembunuh.Fisik mereka menderita, dan pikiran mereka tidak bisa mereka kendalikan. Emosi mereka meluap-luap, mereka sudah tak ingat rasa belas kasihan. Atau bisa saja, mereka masih bisa merasa, tapi tidak tahu bagaimana melakukan, narkoba telah mengendalikan keinginan mereka.
Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat, kondisi korban penyalahguna narkoba bagai mayat, tapi belum meninggal. nafasnya masih ada, tapi seperti mayat. Kesadarannya lumpuh, yang dipikirannya hanya bagimana bisa menikmati “fly” lagi. Penyalahgunaan narkoba secara terus menerus akan melumpuhkan sistem saraf, merusak jaringan otak, dan akhirnya perlahan-lahan menghancurkan seluruh tubuh. Pada masa perlahan-lahan itulah, mereka seperti mayat yang bergoyang dari saat ke saat. Geram, tapi sesungguhnya mereka seharusnya dikasihani. Mereka adalah pasien, sama seperti penderita penyakit diabetes, penyakit stroke, dan lain sebagainya. Bedanya, mereka sakit secara fisik maupun secara psikis. Sakit piskisnya seperti hampir gila. Adapula jenis narkoba yang membuat korban penyalahguna menjadi berhalusinasi dan ketakutan yang luar biasa jika tidak memakai. Mereka butuh pengobatan ganda, tidak hanya secara medis, tapi juga obat bernama cinta. Mereka membutuhkan kasih sayang keluarga, para konselor untuk tempat mencurahkan isi hati, para pembimbing agama untuk menguatkan iman, dan dukungan dari semua orang yang mencintainya.
Coba Anda bayangkan jika berada pada situasi yang digambarkan Taufiq Ismail tersebut. Anda dikelilingi oleh para korban penyalahgunaan narkoba yang sudah seperti mayat, tubuh kurus, ada yang sakaw, ada merintih, menggeliat, dan ada yang menangis hingga tak sanggup mengeluarkan air mata. Dan dalam deritanya, ia berusaha untuk berkata :
"Oom, mintakan maaf
pada papa dan mama yang mengusir saya.
Bulan depan saya selamanya berangkat."
Seorang lagi begini mengucap,
"Pakde, kok saya jadi begini.
Tahun depan barangkali umur saya tammat."
Air mataku tak bisa kuhambat.
Nafasku terasa tersumbat.

Apakah hati anda tidak terkoyak jika melihat ada diantara mereka orang yang anda kenal; keluaga anda, saudara, teman anda? Pasti kita ingin segera mengahapus bayangan tersebut dan melupakan puisi ini. Tetapi kenyataannya saat ini, narkoba sudah mengancam dimana-mana, dan kepada siapa saja.
Derita yang mereka alami, tentu sudah cukup untuk menghukum dan memenjarakan. Jera sungguh lebih dari itu, mungkin. Tak usah lagi jerat dengan penjara bertahun-tahun. Dalam lubuk hatinya para korban pun sesungguhnya ingin sembuh, tapi apa daya mereka tak mampu mengendalikan diri. Mereka juga sakit dan butuh perawatan intensif. Malah penjara akan lebih memperparah kondisinya. Kondisi penjara yang tidak sehat, menjadi pasar yang mempermudah para pengedar dan korban bertemu, menciptakan transaksi narkoba lagi. Inilah yang dihindari. Korban penyalahguna narkoba sebaiknya di rehabilitasi daripada dipenjara. Apalagi di tahun 2014 yang dicanangkan BNN sebagai tahun penyelamatan korban penyalahguna narkoba ini, semua pihak harus tergerak untuk ikut berperan. Bagi yang memiliki keluarga atau kenalan yang menjadi korban penyalahguna ini, segera bantu mereka melapor kepada Polisi, BNN, atau rumah sakit pemerintah agar dibantu rehabilitasi secara gratis.
Penyalahgunaan narkoba, menurut pasal 127 UU no. 35 tahun 2009 tentang narkotika, akan dikenakan sanksi hukuman pidana. Sementara, UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penjelasan Pasal 21 ayat (4) huruf b, menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan. Tempat perawatan tersebut mengacu pada hukuman rehabilitasi yang  tercantum pada pasal 127 ayat 3 UU no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Namun, kembali ke pasal 127 ayat 2 , maka keputusan rehabilitasi adalah keputusan hakim  dengan mempertimbangkan syarat yang tertera pada pasal 54, 55 dan 103. Wah, jika begini, peran para penegak hukum sangat penting untuk mengambil keputusan penyelamatan, keputusan belas kasih terhadap para korban  penyalahgunaan narkoba, agar direhabilitasi saja. Mereka sakit, mereka adalah korban yang harus diselamatkan, bukan dipenjara yang bahkan bisa lebih menghancurkannya.
Dunia pun sedang bergegas menangani kejahatan besar ini. UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) adalah sebuah organisasi dunia yang berperan memberantas narkoba memberikan keterangan bahwa pada tahun 2012  sekitar 210 juta orang menjadi pengguna narkoba, dan sekitar 200.000 orang meninggal setiap tahun karena narkoba. Dalam konferensi IDEC -30 (International Drug Enforcement Conference) di Moskow, Rusia pada  5-7 Juni 2013, tema yang diambil adalah semangat yang keras untuk melawan narkoba : “World Against Drugs!”.
Berantas narkoba dengan memberlakukan sikap dan sanksi tegas bagi para Bandar dan pengedar. Kemudian selamatkan para korban penyalahguna dengan memberdayakan rehabilitasi. Kita semua pun, kini mengemban tugas yang sama, menjadi kader anti narkoba, mencegah dan menyelamatkan pengguna narkoba, bagi diri kita sendiri, keluarga, dan lingkungan. Jika semua orang berperan, maka kita berharap Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat ini, tidak berakhir menjadi mayat. Bisa pulih dan melanjutkan hidup sebagai generasi negeri ini. Mari kita bersemangat mewujudkan Indonesia bebas narkoba.




Senin, 21 April 2014

meLangkah : bergerak dan hidup

Melangkah, berasal dari kata langkah yang mendapat awalan me-. Kata langkah sendiri menurut kamus Bahasa Indonesia berarti : gerakan kaki maju atau mundur, jarak antara kedua belah kaki yang dikangkangkan kemuka ketika berjalan, tindakan, perbuatan, permulaan berjalan. Jadi, kata langkah bermakna sebuah pergerakan , dan penambahan imbuhan me- memberikan arti melakukan suatu pekerjaan/kegiatan. Maka bolehlah saya menyimpulkan arti melangkah sebagai sebuah gerakan yang dilakukan untuk  berpindah, dari satu tempat ke tempat yang lain.

Ketika masih kecil, perkembangan seorang anak akan difokuskan untuk bisa mengenal (melihat) lingkungan sekitar, mendengar, berbicara, dan terutama melangkah. Melangkah yang dimulai dari melatih bayi menopang badannya sendiri, lalu duduk, lalu mulai merangkak, kemudian dipapah untuk berjalan, sampai akhirnya ia mampu berjalan sendiri bahkan berlari. Bangganya orangtua melihat anaknya bisa melangkah, apalagi berlari. Menarik nafas lega, anakku sungguh hidup.  Tak ketinggalan, angan pun mulai muncul dalam dirinya, agar anaknya bisa berlari kencang menuju masa depan.

Saya, tidak mau bercerita lebih dalam tentang anak kecil yang mulai berjalan. Saya memaksudkan kata melangkah yang saya buat sebagai judul blog saya ini sebagai ungkapan bahwa kita, manusia, harus melangkah, harus bergerak agar hidup. Gerakan seperti apa yang kita lakukan agar hidup? Gerakan yang bisa menyenangkan  dan menyehatkan jiwa dan raga. Bisa saja dengan berolahraga, dengan beraktivitas, dan dengan menulis.; sebuah “gerakan” yang sedang saya coba lakukan.
Saya memahami makna menulis di bangku kuliah Ilmu Komunikasi yang saya  pelajari, adalah sebuah bentuk komunikasi non verbal. Bentuk melakukan gerakan hidup dengan berbicara, tapi tidak dengan mulut. Dengan pikiran yang ditungkan melalui kata. Menulis bukan sekedar mencoret, membentuk sesuatu dengan pena, tapi merangkai huruf menjadi kata-kata menjadi kalimat-kalimat menjadi sebuah wacana ; yang bermakna. Tidak boleh sembarangan menulis. Harus dipikirkan dengan baik, agar maknanya tidak keliru.  Oleh sebab itu, tidak semua orang pandai menulis tapi semua orang bisa belajar menulis.

Saya menyadari hebatnya kekuatan menulis. Menulis mampu mencerdaskan bangsa, contohnya pada  buku-buku pelajaran sekolah. Bukti otentik yang lain adalah Indonesia merdeka pun karena anak bangsa yang tercerdasan melalui pendidikan, bisa membaca dan menulis. Menulis bisa mengubah pola pikir seseorang, contohnya melalui artikel di media massa, sehingga media massa berperan sebagai kontrol sosial. Hebatnya lagi, menulis bisa membuat kita boros, setelah membaca artikel barang-barang promosi, kita tertarik membeli, tapi bisa juga malah acuh jika penulisnya kurang pintar menulis. Dan yang  lebih hebat lagi dengan menulis, seseorang bisa membangun dunianya sendiri contohnya : J.K. Rowling, berhasil membangun dunia Harry Potternya berkat  7 seri novel Harry Potter karyanya. Ah, masih banyak kehebatan yang bisa dihasilkan dari menulis yang terlalu panjang untuk saya ungkapkan.

Saya mengagumi penulis dan tulisannya, serta sangat mengapresiasinya.  Menurut saya menulis itu keren.  Menulis adalah suatu gerakan pula, gerakan otak, gerakan berpikir, gerakan jiwa. Menulis, tidak semua pandai menulis, tapi semua orang bisa belajar menulis. Inilah yang sedang saya lakukan. Melangkah dengan menulis, eh belajar menulis.  Clara Ng, salah satu penulis novel  yang beberapa novelnya saya sukai, mengatakan bahwa ia menulis karena usia ini singkat dan begitu banyak yang harus diungkapkan. Ia menulis karena ia tidak abadi tapi ceritanya imortal. Ia menulis karena hidup lekang sementara imajinasi seluas alam semesta. Ia menulis karena ia tidak punya sayap sementara komitmennya terhadap seni dapat mengantarnya ke langit ketujuh. Benar juga, pikiirku. Maka menulis  bisa menjadi cara seseorang mengukir jejak hidup dan merasakan sebuah kebebasan. Agar setelah tiada kelak, ia masih tetap hidup. Hidup di dalam tulisannya. Sementara, di dalam bukunya yang berjudul 9 Summers 10 autumns, Iwan Setyawan mengatakan : “Live, let’s live. Tomorrow is here, now.” Saya  pikir, bagaimana pun, kita sekarang bernafas. Maka hiduplah. Walau apa pun yang terjadi, tubuhmu, masa depanmu adalah kuasamu menentukan arahnya. Maka pilihlah jalan yang akan membuatmu hidup. Lakukan perbuatan baik hari ini, karena itu akan membuatmu akan hidup pula esok.

Saya pilih menulis, sebagai salah satu gerakan hidup saya. Menulis itu baik, untuk kesehatan pikiran, untuk pembentukankarakter, untuk membentuk kreatifitas. Maka saya akan belajar menulis. Kami memiliki mata kuliah menulis, ketika kuliah. Tapi, saya merasa tetap saja belum pandai menulis. Saya masih belajar. Entah sampai kapan. Mungkin, ibarat melangkahnya seorang bayi, tahapnya masih pada proses menahan dan menegakkan badan, haha. Masih pada tahap paling bawah. Tapi, itu bukan masalah. Yang penting, tekad saya kuat untuk belajar dan berhasil. Saya berharap, melangkah yang saya lakukan tidak hanya sebatas satu, dua langkah saja, tapi bisa berlari. Karena saya mau bilang ke dunia, saya hidup dan ini jejak langkah saya. Karena saya mau hidup hari ini, dan besok, dan besoknya lagi. meLangkah . Live, let’s live. Tomorrow is here, now.  Bersemangat!