Penjara atau hukuman kurungan adalah
salah satu bentuk konsekuensi yang harus diterima bagi pelaku kriminalitas atas perbuatan melanggar hukum
yang ia lakukan. Tujuannya tentu saja membuat jera pelaku serta menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
Namun, bagaimana dengan korban penyalahgunaan narkoba, apakah mereka
juga termasuk pelaku kriminal yang harus
dipenjara?
Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah
kejahatan. Menurut pemahaman saya, dalam hal kejahatan narkoba ini, ada 2 jenis
peran utama yang terlibat antara lain : produsen/bandar (produksi illegal narkoba)
dan distributor (pengedar). Serta disisi lain, ada yang namanya konsumen
(pemakai/pembeli). Akar masalah narkoba menurut saya, berasal dari para produsen/bandar
(illegal) dan distributornya (pengedar). Kalau tidak ada mereka yang
menyalahgunakan produksi dan penjualan gelap narkoba, maka tidak akan ada yang
beli. Bagaimana timbulnya pembeli juga termasuk di dalam lingkaran Bandar dan
pengedar, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Yah, Saya tidak tahu pasti
bagaimana seseorang akhirnya menjadi konsumen narkoba. Yang pasti, timbullah
pembeli (konsumen/pemakai). Namun tetap
saja ada kaitan antara supplay dan demand. Penawaran terjadi karena ada
pembelian, dan sebaliknya. Kejahatan narkoba adalah sebuah jaringan yang kuat.
Harus diputus satu per satu. Maka, produksi dan peredaran gelap narkoba
adalah tindakan kriminal, pelakunya harus ditangkap dan dikenakan sanksi yang
berat. Sementara konsumen (pembeli/pemakai) adalah bagian yang harus
diselamatkan, mereka adalah korban. Kemudian, melakukan tindakan pencegahan
kepada masyarakat yang belum terkena penyalahgunaan narkoba.
Keberadaan narkoba dilindungi oleh
negara dengan mengacu pada UU no. 35 tahun 2009 yang mengatur ketersediaannya
dan tujuan penggunaannya terutama untuk kebutuhan medis. Hal itu karena narkoba
memang penting dalam keperluan medis. Coba saja tidak ada obat bius, sebuah
pembedahan bisa menjadi sangat sulit dilakukan. Namun, tetap saja setiap obat
memiliki aturan tersendiri dan tubuh memiliki daya toleran terhadap obat yang
diterima. Narkoba ibarat pisau bermata dua, maka UU No. 35 tahun 2009 tersebut juga mengatakan
akan menindak produksi dan distribusi illegal serta konsumsi narkoba untuk
kalangan pribadi.
Pada umumnya, “katanya” korban
menyalahgunakan narkoba, bukan karena desakan kebutuhan hidup ; kebanyakan
karena coba-coba, mencari cara cepat lari dari masalah. Katanya, dalam sesaat
reaksi narkoba bisa membuat mereka merasa fly
(kesenangan sesaat). Yang lebih
kasihan adalah mereka yang terjerumus akibat dijebak teman-teman mereka karena
salah pergaulan. Ketergantungan pun mengakibatkan narkoba menjadi kebutuhan
mereka. Bukan, lebih dari itu. Narkoba jadi
ibarat nyawa. Tidak pake,
berarti mati.
Setiap orang berhak terhadap dirinya
sendiri. Berhak melakukan apa saja dalam menentukan hidupnya, termasuk bunuh
diri. Ya, bunuh diri boleh saja dilakukan oleh siapa saja. Tidak ada hukum yang
melarang, kecuali jika orang tersebut masih takut akan Tuhan. Ini menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan, dan tanggung jawabnya di akhirat nanti. Maka, menyalahgunakan narkoba juga sama halnya
dengan bunuh diri.. Karena akibatnya pada diri sendiri sama saja dengan
mati, mati secara perlahan. Tapi pasti mati jika tidak segera berhenti dan
rehabilitasi. Jadi, boleh-boleh saja sih seseorang menyalahgunakan narkoba untuk
kesenangannya. Itu pendapat saya secara logika. Sehingga, menyalahgunakan
narkoba itu bukan kriminal, dong. Ya,
setiap orang berhak melakukan apa saja terhadap hidupnya termasuk menghancurkan
hidupnya.
Silahkan
hancurkan hidup anda, tapi jangan hidup orang lain. Korban penyalahguna narkoba
bisa menghancurkan hidup orang lain, karena ia hidup di dalam masyarakat. Kita
tentu masih ingat dengan kisah supir maut Apriyani atau tragedy di tugu tani. Akibat
mengendarai mobil dalam pengaruh alkohol dan narkoba, sembilan orang tewas
dalam sekejap. Anehnya, si supir maut malah sangat tenang dan santai melihat ia
telah menghilangkan nyawa 9 orang. Dalam waktu bersamaan ia tidak hanya sebagai
korban penyalahgunaan narkoba, tetapi sekaligus sebagai kriminal. Ia pun telah
menghancurkan hidup banyak orang. Kesembilan orang tersebut meninggalkan segala
harapan dan cita-citanya di dunia, dan keluarganya kehilangan harapan hidup
mereka bersama para korban. Apriyani, sang penyalahguna narkoba sesungguhnya
telah menghancurkan hidupnya, dan juga banyak orang lainnya. Ia pun harus
menerima sanksi hukuman penjara sebagai ganjaran perbuatan kriminalnya.
Penyalahguna
narkoba sakit. Sakit pada fisik dan psikisnya. Mereka adalah pasien yang butuh
perawatan intensif dan khusus. Mereka butuh bukan hanya sekedar obat jasmani,
tetapi obat rohani dalam bentuk cinta, perhatian, kasih sayang, dan peneguhan
iman. Mereka, ibarat mayat yang
bergoyang dari saat ke saat (dalam puisi Ismail Marzuki). Mereka seperti mayat,
tapi masih bernafas. Mereka bernafas, tapi jiwanya sekarat. Mereka harus
ditolong, segera. Mereka bukan penjahat yang harus dikurung karena merugikan
masyarakat, mereka merugikan diri mereka sendiri. Mereka adalah pasien yang
terancam menjadi penjahat jika tidak disembuhkan. Maka, rehabilitasi, demikian
metode pengobatan untuk sakit yang satu ini. Mereka butuh rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi adalah hukum yang akan menyelamatkan
mereka sementara penjara hanya akan menyisakan derita berlipat terhadap apa
yang telah mereka alami. Mereka adalah
pasien yang butuh perawatan dan perlindungan. Korban harus segera diselamatkan
sebelum mereka menjadi pelaku kriminal dan menghancurkan hidup orang lain.
Saya yakin tidak ada yang mau terjerumus
ke dalam narkoba. termasuk orang-orang yang telah menjadi korban penyalahguna
itu, pun sesungguhnya tidak mau larut dalam situasi itu. Awalnya mungkin hanya
coba-coba saja, penasaran saja, ingin lari dari masalah sebentar saja, takut
dianggap tidak gaul saja, dan berbagai sebab lainnya yang intinya untuk sesaat
saja. Kenyataannya menggunakan narkoba
akan merasuk saraf, dan menjadi ketergantungan. Akibat ketergantunganlah
seseorang seakan dikendalikan oleh narkoba, yang membuat otak mereka selalu
minta narkoba lagi, lagi, dan lagi.
Sayang sekali bila ada orang yang jadi
budak narkoba. Padahal jika itu tidak terjadi, ia bisa memiliki
masa depan yang baik. Dan yang lebih disayangkan lagi jika para koraban
penyalahgunaan narkoba itu mati sia-sia, apalagi mati di penjara akibat
penyalahgunaan narkoba. Kalau mereka direhabilitasi, dan diberi semangat serta
pelatihan, bukan mustahil mereka bisa melakukan sesuatu yang luar biasa, yang
bermanfaat, dan terutama berkontribusi pada negara. Jika mereka sembuh, mereka
juga bisa menjadi motivator agar orang lain juga menjauhi narkoba, dan bisa
juga memberi semangat pada korban lainnya agar memberikan dirinya
direhabilitasi. Banyak juga korban penyalahguna narkoba ini yang bersembunyi.
Entah karena masih belum merasakan sekali efek negatifnya, atau karena masih
bisa menahannya, entah pula karena malu, atau yang lebih parah sudah pasrah
pada kondisinya.
Korban penyalahguna narkoba lebih baik direhabilitasi daripada
dipenjara. Bayangkan, saat ini korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia
mencapai 4 juta orang. JIka mereka menjadi penghuni baru penjara, apa yang akan
diperoleh negara. Tapi, apa benar penjara di Indonesia masih siap menampung para korban penyalahgunaan narkoba
ini? Untuk saat ini saja penjara banyak yang bermasalah karena penghuni
melebihi jumlah kapasitas yang ditetapkan, fasilitas tidak memadai, dan
sebagainya. Jika dipenjara, pasti beban negara untuk biaya hidup para tahanan
pun meningkat. Lebih baik dana itu digunakan sebagai dana rehabilitasi korban. Itu
belum memikirkan bagaimana hidup para korban ini kedepannya. Sesungguhnya, nama
asli penjara adalah lembaga pemasyarakatan yang gunanya untuk memasyarakatkan
kembali orang-orang yang telah melakukan perbuatan menyimpang dan mengganggu
keamanan dan ketertiban masyarakat, supaya jera dan bisa kembali ke masyarakat
lagi dengan baik. Namun, tidak semua kondisi penjara bisa melakukan hal itu. Penjara
bahkan menjadi pasar potensial baru bagi para bandar dan pengedar narkoba,
akibat seringnya pengawasan yang kendur. Sehingga, jika para korban
penyalahgunaan narkoba ini dimasukkan ke penjara, sama saja menjatuhkannya ke
lembah yang lebih dalam. Mereka akan dua kali menderita, dan hasilnya
kondisinya akan lebih parah. Negara di
dalam Pembukaan UUD’45 memiliki tugas dalam melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah negara Indonesia. Korban penyalahguna narkoba ini pun
masih memiliki hak untuk dilindungi.
Saya setuju korban penyalahgunaan narkoba harus dibuat jera.
Mereka salah. Kenyataannya mereka sakit dan harus diselamatkan. Saya yakin,
proses rehabilitasi juga bukanlah sebuah proses yang nyaman bagi mereka.
Mengalami masa “putus zat” akan sangat membuat mereka menderita. Sehingga
mereka bisa merasakan 2 kali derita menjadi penyalahguna narkoba, selama memakai
dan selama rehabilitasi. Namun pada derita kedua, mereka akan merasakan hasil
yang lebih baik. Anggap saja sebagai hukuman penjaranya, berikan sanksi
pembatasan ruang gerak sebagai tahanan rumah (setelah selesai pengobatan) lalu,
berikan sanksi bila memakai narkoba lagi.
Semua orang berhak memiliki masa depan, termasuk
para korban penyalah guna narkoba. Semua orang harus memiliki harapan untuk
kehidupan yang lebih baik. Penyalahgunaan
narkoba memang sebuah kesalahan. Namun, pasti ada cara untuk memperbaiki
kesalahan itu sehingga para korban penyalahgunaan narkoba pun layak mendapat
harapan untuk sembuh dan menata kembali hidupnya . Oleh karena itu, para pecandu narkoba sangat diharapkan mau
direhabilitasi demi penyelamatan masa depan generasi bangsa. Peran cinta keluarga para
korban juga sangat penting untuk mendorong kesembuhan dan dalam membawa para
korban untuk direhabilitasi.
Pada tanggal 26
Januari 2014 BNN melakukan sebuah langkah baik dalam penyelamatan ini, yaitu
menetapkan tahun 2014 sebagai tahun penyelamatan para korban penyalahgunaan
narkoba. Langkah tegas dengan mengusung misi ““Pengguna Narkoba Lebih Baik
Direhabilitasi Daripada Dipenjara” juga
didukung para pejabat terkait antara lain Kapolri
Jenderal Sutarman, Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Sudjarno, dan sejumlah pejabat
Polri lainnya, Ketua DPD Irman Gusman, serta Ketua DPR, Marzuki Alie. Semoga sinergi
tersebut dapat menciptakan kerja sama yang baik dalam program penyelamatan
korban penyalahgunaan narkoba dan dalam menegakkan hukum yang adil terkait
kejahatan narkoba di Indonesia.
Ayo Bersemangat!! Saya, Kamu, KITA
adalah DUTA ANTI NARKOBA!!