(Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat;
karya Taufiq Ismail, 7 Juni 2003)
Aku
berdiri di tepi jalan raya kota besar
yang
lalulintasnya padat
Dan aku
melihat mayat-mayat.
Aku
berdiri di pinggiran kota kecil
di manapun
tempat
Dan aku
melihat mayat-mayat
Aku
berdiri di pesisir
ketika
ombak berpacu dengan cepat
Dan aku
melihat mayat-mayat.
Setiap
sepuluh meter ke kiri
setiap
sepuluh meter ke kanan,
setiap
sepuluh meter ke depan,
setiap
sepuluh meter ke belakang,
di pusat
belanja, di jalan raya,
di rumah
sakit, di rumah sehat,
Aku
bertemu mayat-mayat.
Mayat-mayat
itu belum masuk ke liang lahat
Mayat-mayat
itu berdiri bergoyang-goyang
dari saat
ke saat
Kebanyakan
muda-muda,
belasan
tahun dan
dua puluh
tahunan itu mayat.
Mayat-mayat
anak bangsa yang dicengkeram madat.
Mayat-mayat
yang berdiri bergoyang dari saat ke saat
Mereka
masih hidup tapi sudah mayat.
Dicengkeram
madat.
Heroin,
kokain, sabu, ekstasi,
marijuana
cair, serbuk dan padat.
Yang
disebarkan oleh bandar-bandar amat keparat.
Yang
dimodali oleh cukong-cukong betapa laknat.
Yang
dibekingi orang-orang bersenjata dan berpangkat.
Aku
dikerubungi anak-anak muda,
yang sudah
hampir mayat.
Tapi masih
bernafas satu-satu, sesaat-sesaat.
Ada yang
sakau, ada yang si tepi tebing sekarat.
Aku
pandangi satu-satu, mereka yang sakit berat.
Mungkin
ada anakku, keponakanku, tetangga RT-ku,
atau
saudaramu yang dapat kuingat.
Lihat mata
mereka yang kosong
dari
cahaya terhambat.
Lihat
tubuh yang kurus, tulang berliput jangat.
Lihat
mereka yang sakau, menggelepar dan menggeliat.
Seperti
adiksi alkohol, adiksi rokok,
ketagihan
ini luar biasa berat.
Berkata
seorang dari mereka,
"Oom,
mintakan maaf
pada papa
dan mama yang mengusir saya.
Bulan depan
saya selamanya berangkat."
Seorang
lagi begini mengucap,
"Pakde,
kok saya jadi begini.
Tahun
depan barangkali umur saya tammat."
Air mataku
tak bisa kuhambat.
Nafasku
terasa tersumbat.
Dari
jurang kehancuran, anak bangsa ini mari kita angkat.
Ini tugas
luar biasa berat.
Inipun
kini, kita sudah terlambat.
Wahai
orang yang memegang senjata
Berhentilah
membekingi bandar dan cukong
yang
jelas-jelas laknat.
Wahai
orang-orang berpangkat,
berhentilah
menerima suap,
gunakan
pangkat untuk membela anak-anak bangsa
sebelum
sangat terlambat.
Para
bandar dan cukong, di dalam dan di manca negara,
siap-siap
kalian masuk kobaran api sebesar gunung,
di liang
lahat,
panas
tersangat gawat.
Dari
jurang kehancuran,
anak-anak
bangsa ini mari kita angkat.
Sungguh
ini tugas luar biasa berat.
Suatu hari saya membaca sebuah puisi bagus, karangan Taufiq
Ismail tersebut. Pada tiap barisnya saya (terbawa dalam imajinasi) Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke
Saat. Mayat-mayat mana mungkin bergoyang. Namun, mayat yang dikisahkan
Taufiq Islmail dalam puisinya itu adalah para korban penyalahgunaan narkoba.
Tubuhnya bagaikan mayat, sudah rusak, hampir tak berfungsi lagi namun masih
bernafas.. Saya sedih, takut, dan marah,
juga sekaligus terhenyak dengan kisah yang ia lukiskan dengan begitu nyata
lewat kata. Saya tahu penyalahgunaan narkoba akan berakibat buruk sekali bagi
kesehatan, pada kecanduan yang akut bahkan kematian menanti. Saya sedih dengan
mereka yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, karena ketidakmampuan menjaga
dan mengendalikan diri, mereka jatuh pada pelampiasan diri yang salah pada
narkoba. Betapa menderitanya mereka, betapa kasihannya orangtuanya, dan betapa
hancurnya masa depan mereka. Saya takut, situasi tak lagi aman. Keberadaan
narkoba mengancam dimana-mana, di kota bahkan di desa, anak-anak, orang dewasa,
maupun orang tua. Harus selalu hati-hati dan jaga diri. Dan saya marah, pada
mereka para produsen (bandar) dan pengedar illegal narkoba.
Saya teringat kembali bagaimana Pak Drs. Gun Gun Siswadi, M.Si selaku direktur diseminasi informasi Badan
Narkotika Nasional (BNN) pada sebuah diskusi dengan para blogger reporter pada
(22/2) lalu membeberkan kondisi memprihatinkan mengenai peredaran gelap narkoba
dan korbannya di Indonesia. Puisi Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang
dari Saat ke Saat itu
ditulis pada tahun 2003. Berarti pada saat itu kondisinya pun sudah ngeri. Lalu, 11 tahun kemudian yaitu
sampai saat ini kondisinya pun ternyata belum membaik, malah bisa dibilang
memburuk.
Keberadaan narkoba sudah ada,
sejak zaman dulu sekali. Keberadaan narkoba juga dilindungi dan pemanfaatannya
diolah untuk menciptakan obat bius yang sangat berguna dalam keperluan pembedahan
dalam bidang kedokteran. Adapula masyarakat di dunia yang memang sudah secara
tradisinya menggunakan narkoba untuk dikonsumsi. Seiring dengan itu,
penyalahgunaan narkoba juga sudah terjadi sejak lama terjadi. Saya membaca di
website bnn.go.id, Indonesia baru mulai
membentuk kelembagaan yang mengkoordinir perang melawan narkoba sejak
tahun 1971, itulah cikal bakal terbentuknya
BNN (Badan Narkotika Nasional). Pada masa itu, permasalahan narkoba di
Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus
memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan
berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis.
Nyatanya Indonesia pun akhirnya goyah. Indonesia yang dulu hanya pada dipandang
karena posisi strategis sebagai penghubung lalu lintas perdagangan internasional,
dimanafaat pengedar narkoba juga menjadi negara tujuan perdagangannya. Tak
hanya itu, berkali-kali polisi membongkar pabrik narkoba illegal dan juga
ladang ganja di wilayah Indonesia. Itu berarti, Indonesia sekarang menjadi
daerah tujuan perdagangan narkoba dari luar negeri dan juga sebagai lahan produsen ilegal narkoba.
Hal pertama yang
perlu disoroti adalah mengenai situasi lalu lintas internasional yang
menghubungkan Indonesia dengan luar negeri. Bagaimana tingkat keamanan pada 200
jalur masuk ke Indonesia baik darat, laut dan udara, dimana jalur lautlah yang paling banyak. Kalau
narkoba berhasil masuk ke Indonesia, berarti ada pintu yang tidak terjaga ketat
atau jangan-jangan ada “orang dalam” yang main mata dalam pengawasan ini?
Entahlah. Di lain pihak, saya juga kagum dengan kreatifitas para penyeludup
narkoba yang semakin hari semakin pintar saja. Berbagai cara unik, dan aneh
sampai membahayakan yang mereka lakukan. Contohnya saja menyimpan putaw dengan
cara ditelan, dalam jumlah banyak. Ada yang menyimpannya di dalam batu, yang
dibolongi. Ada pula yang menyimpannya di dalam peti mati dan nisan. Keberhasilan
aparat mengungkap usaha penyeludupan tersebut memang patut diapresiasi. Dengan
memperketat penjagaan pintu masuk pun nyatanya masih saja ada penyeludupan narkoba yang lolos. Oleh karena itu, para
aparat pun haruslah satu atau dua tingkat lebih pintar dari mereka. Perang terhadap narkoba ini memang tidak
gampang. Ini tugas luar biasa berat.
Berdasarkan data BNN yang dibeberkan Pak
Gun Gun Siswadi, pada tahun 2011 prevalensi penyalahguna
narkoba = 2,2 % (3,8 - 4 Juta orang), berumur 10 - 59 tahun, 70% berada di
kalangan pekerja, 22% berada di kalangan siswa, pelajar. Diprediksi angka
prevalensi akan meningkat menjadi 2.8% atau setara dengan 5.1 juta orang pada
tahun 2015 nanti. Data UNODC 2011 memperkirakan konsumsi shabu di Indonesia
sekitar 12.5 metrik ton, dan 16 juta pil ekstasi. Dari total 3.8 - 4 juta
pengguna narkoba di Indonesia, sekitar 1.2 juta menggunakan shabu dan 950.000
menggunakan ekstasi, atau 1 dari 3 orang menggunakan shabu dan 1 dari 5 orang
menggunakan ekstasi. Para pengguna terbanyak di kalangan pekerja, mahasiswa,
pelajar, dan para pekerja seks komersial. Akibatnya, di Indonesia setiap hari sekitar
40 orang meninggal karena narkoba, termasuk yang meninggal karena terkena
AIDS/HIV, Hepatitis karena menggunakan narkoba melalui jarum suntik secara
bergantian. Narkoba menjajah dari beragam usia, pekerjaan, dan tidak
memandang pria atau wanita, orang biasa atau pejabat. Semua kalangan terancam
narkoba jika tidak membentengi diri.
Membaca kalimat “setiap hari 40 orang
meninggal karena narkoba” membuat saya merinding membayangkan sekitar 14.600
orang meninggal akibat penyalahgunaan
narkoba setiap tahunnya. Wah, jangan kita bayangkan lagi apa yang
terjadi 10 tahun kemudian. Bisa jadi, negara kita kehilangan generasi mudanya.
Itu tidak mustahil jika kondisi ini terus begini. Itu adalah jumlah korban yang
menjadi mayat sungguhan. Kalau jumlah yang termasuk ke dalam golongan Mayat-Mayat
Bergoyang dari Saat ke Saat , ya golongan hampir mayat, pasti lebih banyak. Lebih mengerikan. Lebih
membahayakan.
Bagaimana tidak, mereka yang berada
dalam ketergantungan bisa lebih mengerikan. Kebutuhan akan narkoba membutuhkan
dana yang tidak sedikit. Perlahan-lahan ia akan mengisap habis uang tabungan.
Lalu setelah habis apa lagi? Bagaimana cara mendapatkan uang lagi? Maka dalam
sekejap, mereka yang dulunya pendiam pun, bisa berubah beringas mencari uang
yang bisa ia gunakan untuk membeli narkoba. Para korban bisa berubah menjadi
pelaku kriminal : pencuri, perampok atau pembunuh.Fisik mereka menderita, dan
pikiran mereka tidak bisa mereka kendalikan. Emosi mereka meluap-luap, mereka
sudah tak ingat rasa belas kasihan. Atau bisa saja, mereka masih bisa merasa,
tapi tidak tahu bagaimana melakukan, narkoba telah mengendalikan keinginan
mereka.
Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat, kondisi korban penyalahguna narkoba bagai mayat, tapi
belum meninggal. nafasnya masih ada, tapi seperti mayat. Kesadarannya lumpuh,
yang dipikirannya hanya bagimana bisa menikmati “fly” lagi. Penyalahgunaan narkoba secara terus menerus akan
melumpuhkan sistem saraf, merusak jaringan otak, dan akhirnya perlahan-lahan
menghancurkan seluruh tubuh. Pada masa perlahan-lahan itulah, mereka seperti
mayat yang bergoyang dari saat ke saat. Geram, tapi sesungguhnya mereka
seharusnya dikasihani. Mereka adalah pasien, sama seperti penderita penyakit diabetes, penyakit
stroke, dan lain sebagainya. Bedanya, mereka sakit secara fisik maupun secara
psikis. Sakit piskisnya seperti hampir gila. Adapula jenis narkoba yang membuat
korban penyalahguna menjadi berhalusinasi dan ketakutan yang luar biasa jika
tidak memakai. Mereka butuh pengobatan ganda, tidak hanya secara medis, tapi
juga obat bernama cinta. Mereka membutuhkan kasih sayang keluarga, para
konselor untuk tempat mencurahkan isi hati, para pembimbing agama untuk
menguatkan iman, dan dukungan dari semua orang yang mencintainya.
Coba Anda bayangkan jika berada
pada situasi yang digambarkan Taufiq Ismail tersebut. Anda dikelilingi oleh
para korban penyalahgunaan narkoba yang sudah seperti mayat, tubuh kurus, ada
yang sakaw, ada merintih, menggeliat, dan ada yang menangis hingga tak sanggup
mengeluarkan air mata. Dan dalam deritanya, ia berusaha untuk berkata :
"Oom, mintakan maaf
pada papa dan mama yang mengusir saya.
Bulan depan saya selamanya berangkat."
Seorang lagi begini mengucap,
"Pakde, kok saya jadi begini.
Tahun depan barangkali umur saya tammat."
Air mataku tak bisa kuhambat.
Nafasku terasa tersumbat.
Apakah hati anda tidak terkoyak
jika melihat ada diantara mereka orang yang anda kenal; keluaga anda, saudara,
teman anda? Pasti kita ingin segera mengahapus bayangan tersebut dan melupakan
puisi ini. Tetapi kenyataannya saat ini, narkoba sudah mengancam dimana-mana,
dan kepada siapa saja.
Derita yang mereka alami, tentu
sudah cukup untuk menghukum dan memenjarakan. Jera sungguh lebih dari itu,
mungkin. Tak usah lagi jerat dengan penjara bertahun-tahun. Dalam lubuk hatinya
para korban pun sesungguhnya ingin sembuh, tapi apa daya mereka tak mampu
mengendalikan diri. Mereka juga sakit dan butuh perawatan intensif. Malah
penjara akan lebih memperparah kondisinya. Kondisi penjara yang tidak sehat,
menjadi pasar yang mempermudah para pengedar dan korban bertemu, menciptakan
transaksi narkoba lagi. Inilah yang dihindari. Korban penyalahguna narkoba
sebaiknya di rehabilitasi daripada dipenjara. Apalagi di tahun 2014 yang
dicanangkan BNN sebagai tahun penyelamatan korban penyalahguna narkoba ini,
semua pihak harus tergerak untuk ikut berperan. Bagi yang memiliki keluarga
atau kenalan yang menjadi korban penyalahguna ini, segera bantu mereka melapor
kepada Polisi, BNN, atau rumah sakit pemerintah agar dibantu rehabilitasi
secara gratis.
Penyalahgunaan narkoba, menurut pasal 127 UU no. 35 tahun 2009 tentang
narkotika, akan dikenakan sanksi hukuman pidana. Sementara, UU No 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penjelasan Pasal 21 ayat (4) huruf b,
menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa
pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus
merupakan tempat perawatan. Tempat perawatan tersebut mengacu pada hukuman rehabilitasi yang tercantum pada pasal 127 ayat 3 UU no. 35
tahun 2009 tentang Narkotika. Namun, kembali ke pasal 127 ayat 2 , maka keputusan
rehabilitasi adalah keputusan hakim dengan
mempertimbangkan syarat yang tertera pada pasal 54, 55 dan 103. Wah, jika begini, peran para
penegak hukum sangat penting untuk mengambil keputusan penyelamatan, keputusan
belas kasih terhadap para korban
penyalahgunaan narkoba, agar direhabilitasi saja. Mereka sakit,
mereka adalah korban yang harus diselamatkan, bukan dipenjara yang bahkan bisa
lebih menghancurkannya.
Dunia pun sedang bergegas menangani kejahatan besar
ini. UNODC (United
Nations Office on Drugs and Crime) adalah sebuah organisasi dunia yang berperan
memberantas narkoba memberikan keterangan bahwa pada tahun 2012 sekitar 210 juta orang menjadi pengguna narkoba, dan sekitar
200.000 orang meninggal setiap
tahun karena narkoba. Dalam
konferensi IDEC -30 (International Drug Enforcement Conference)
di Moskow, Rusia pada 5-7 Juni 2013, tema yang diambil adalah
semangat yang keras untuk melawan narkoba : “World Against
Drugs!”.
Berantas narkoba dengan memberlakukan sikap dan
sanksi tegas bagi para Bandar dan pengedar. Kemudian selamatkan para korban
penyalahguna dengan memberdayakan rehabilitasi. Kita semua pun, kini mengemban
tugas yang sama, menjadi kader anti narkoba, mencegah dan menyelamatkan
pengguna narkoba, bagi diri kita sendiri, keluarga, dan lingkungan. Jika semua
orang berperan, maka kita berharap Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat ini, tidak berakhir menjadi mayat. Bisa pulih dan
melanjutkan hidup sebagai generasi negeri ini. Mari kita bersemangat mewujudkan Indonesia bebas narkoba.
bagus kak puisinya
BalasHapuskeren......
ngeri......
takut......
obat viagra
viagra asli